Minggu, 02 Desember 2018

ARTIKEL KEWARGANEGARAAN

ARTIKEL KEWARGANEGARAAN
“Penting Tapi Disepelekan”




Dosen Pengampu : Drs. Irwan, M.Pd


Disusun Oleh :
Nama : Bunga Anggraeni Rahayu
NIM : A1C118043
Kelas : Reguler C







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018


KATA PENGANTAR


Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga artikel Kewarganegaraan “Penting Tapi Disepelekan” ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada Dosen Pengampu Pendidikan Kewarganegaraan, Bapak. Drs. Irwan, M.Pd., serta teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga artikel ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga artikel ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa artikel ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya artikel selanjutnya yang lebih baik lagi.

Muaro Jambi,     November 2018
                                                                                                                       
                                                                                                                 
                                                                                                       Penulis


PENTING TAPI DISEPELEKAN




Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values—Thomas Lickona

— ‘Pendidikan Karakter’ adalah upaya yang disengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti —

Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling) dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter yang baik itu wajib didukung oleh pengetahuan kita tentang kebaikan, keinginan kita untuk berbuat baik, dan saat kita melakukan perbuatan kebaikan itu sendiri. Jika kita melihat dari kutipan diatas, tentu kita akan berfikir bahwa pendidikan karakter itu sangatlah penting. Siapapun, dimanapun, kapanpun, mau kemanapun, dan dengan kondisi apapun, semuanya membutuhkan Pendidikan Karakter. Kalian pasti bertanya-tanya, apa itu Pendidikan Karakter? Sepenting itukah? Apakah kita bukan apa-apa tanpa pendidikan karakter? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mari kita telusuri Pendidikan Karakter.
Apa itu Pendidikan Karakter?
Pengertian Pendidikan Karakter menurut beberapa ahli :
1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, Pendidikan Karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian Pendidikan Karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun  negara.
3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).
4. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut  kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).
Berdasarkan pengertian-pengertian Pendidikan Karakter menurut para ahli diatas, dapat saya tarik kesimpulan bahwa menurut pendapat saya pribadi Pendidikan Karakter merupakan suatu kegiatan yang diupayakan secara sengaja guna menjadikan seorang individu yang memiliki kepribadian cara berpikir dan berperilaku untuk hidup dan bekerja sama, baik di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, maupun  negara.

Pendidikan karakter mungkin terdengar biasa saja di telinga kita apalagi kita disini sebagai orang awam yang tidak begitu mengerti apa itu makna pendidikan dan karakter sebenarnya. Tapi ketahuilah bahwa karakter ini lah yang menjadi poin utama diri kita, karakterlah yang membawa kita menuju masa depan yang baik atau buruk, suka atau tidak suka, bahagia atau menderita, bermanfaat atau tidak bermanfaat. Bagaimana diri kita kedepannya semua ada di tangan kita sendiri. Orang lain hanya bisa melihat hasilnya, tapi hanya kitalah yang tahu betul bagaimana proses kita menuju itu semua. Pendidikan karaker itu bukan semata-mata kita berpendidikan, kita mengenyam pendidikan dari Sekolah Dasar (SD)  hingga lulus S1, kita berlabel sarjana, master, doktor, professor atau apapun itu semua hanya sekedar label, semua hanya sekedar pendidikan semata, tapi seseorang itu belum tentu mempunyai karakter, karena karakter bukanlah hanya milik orang-orang yang lulus S1, S2, maupun S3, tapi karakter bisa dimiliki oleh semua orang, karakter bersifat universal dan bebas, siapapun bisa memilikinya.
Tetapi, yang perlu kita garis bawahi yaitu apakah karakter yang kita miliki itu sudah baik, akan baik, atau tidak baik? Karakter mencakup etika seseorang, hal itulah yang membuat karakter memiliki 2 sifat, yaitu sifat baik atau buruk. Karakter itu sendiri jelas berbeda jalur dengan IQ seseorang, karena yang kita lihat pada kenyataan saat ini banyak orang cerdas yang tidak beretika, banyak orang yang daya intelektualnya tinggi tetapi untuk berkarakter yang baikpun tidak tahu. Contoh sederhananya saja di dalam proses pembelajaran khususnya di Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan bukanlah suatu hal yang penting menurut kita bahkan seringkali beberapa diantara kita meremehkan mata pelajaran itu. Pada saat seorang anak mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar pun kebanyakan dari orang tuanya tidak begitu menekankan sang anak pada pelajaran-pelajaran yang kaitannya lebih ke sosial, mereka jauh lebih sering menekankan kepada anak-anaknya pelajaran-pelajaran yang sifatnya eksak. Bukan hanya dari sisi orang dewasanya saja, bahkan dari sisi sang anak itu sendiri pun lebih condong ke hal-hal yang berbau ilmiah, karena bagi pandangan sang anak hal tersebut sangatlah keren dan luar biasa. Bukti realnya saja ketika guru menanyakan kepada murid-muridnya mau jadi apa saat besar nanti, sebagian besar dari mereka menjawab ‘ingin jadi dokter’ lalu sang guru menjawab ‘kalau mau jadi dokter harus pintar IPA (ilmu pengetahuan alam) dan Matematika’ kemudian setelahnya, oleh mereka, ilmu-ilmu selain ilmu MIPA (matematika dan ilmu-ilmu alam) benar-benar dinomor duakan. Apakah hal tersebut salah? Apakah menjadi seorang dokter maupun ilmuan bukan jalan yang benar? Tentu saja hal tersebut tidak bisa kita katakan salah, namun tidak pula sepenuhnya benar, atau lebih tepatnya pernyataan-pernyataan diatas masih kurang tepat, dan perlu pembenahan kembali lebih lanjut. Yang perlu kita pertanyakan yaitu apakah jika kita menjadi seorang dokter kita sudah bisa dikatakan memiliki karakter yang baik, apakah dengan ilmu MIPA saja kita akan menjadi orang yang paling beruntung di dunia.
Sungguh miris jika kita melihat pendidikan saat ini, khususnya pendidikan di Negara kita tercinta ini, gaung pendidikan karakter belum sejalan dengan realisasinya di dunia pendidikan. Buktinya, pendidikan karakter masih disepelekan, belum diprioritaskan pada proses belajar mengajar, bahkan hanya sisipan di dalam mata pelajaran lain. Sementara di sekolah, guru orientasi mendorong dan menciptakan siswa yang hanya pintar sains, seperti matematika, kimia, dan fisika. Di rumah, orang tua akan lebih bangga terhadap anaknya yang bernilai bagus dan juara sains. Ini kekeliruan dunia pendidikan kita, kita hanya menganggap bahwa mata pelajaran sains lebih penting, dan mendiskriminasi budi pekerti. Akibatnya, banyak anak cerdas yang justru terjerumus dalam narkoba, seks bebas, tawuran, dan korupsi ketika dewasa.
Padahal, jika kita menelaah tentang pengertian hingga kasus-kasus seputar pendidikan dan karakter, kita akan tersadar bahwa pendidikan karakter yang meliputi norma-norma seperti, sopan santun, saling menghormati, toleransi, disiplin, suka menolong, dan mencintai lingkungan, kelihatannya sepele tetapi memiliki pengaruh sangat kuat dalam seluruh dimensi kehidupan manusia. Bahkan untuk Negara kita kedepannya, dengan memiliki penduduk-penduduk yang berkarakter juga akan menghasilkan bangsa yang berkarakter serta berdaya saing. Contohnya di Negara Jepang pendidikan karakter justru lebih diprioritaskan dari pendidikan lain selama seorang individu menempuh sebuah pendidikan. Bahkan kelakuan yang sederhana sekalipun, seperti cara menggunakan toilet umum, dan berbicara dengan orang lebih tua ditanamkan sejak pendidikan anak usia dini. Tidak bisa dipungkiri bahwa penduduk di negeri Sakura itu memiliki karakter kuat, seperti kedisiplinan dan sopan santun, dimanapun dan kapanpun  mereka berada. Nasionalisme juga demikian, sehingga tidak heran orang Jepang jarang mengidolakan ketokohan negara lain. Sedangkan kenyataan yang terjadi di Indonesia justru kita seperti melihat lawan kata dari pendidikan karakter Negara Jepang itu. Sangat miris, tetapi itulah yang terjadi, Negara Indonesia adalah Negara yang kaya akan kebudayaan, suku, agama, hasil tambang, flora dan fauna, tetapi sangat miskin karakter dan moral. How think?
Ada satu kasus yang akan membuat kalian langsung berfikir 7 keliling dimana akan semakin membuka cara pandang dan pola pikir kita,

Di Australia, ada anak yang tidak naik kelas 2 tahun berturut-turut karena menolak antrian saat makan siang, menyerobot antrian bus sekolah, tidak jujur dan berbohong tentang PR, dan perilaku yang tidak menghargai hak teman sekelasPadahal nilai akademiknya terbilang cemerlang.

Guru di Australia mengaku bahwa mereka lebih khawatir terhadap siswa yang tidak pandai mengantri daripada siswa yang tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung. Padahal jika dipikir-pikir, apalah pentingnya mengantri? Sebegitu pentingkah sampai-sampai tidak bisa membaca pun tidak apa-apa?
Kalian tentu pernah merasakan bagaimana lelahnya mengantri, rasa kesal, pegal, mati rasa, jengkel apalagi jika tiba-tiba ada yang menyelonong menyerobot main rebut antrian atau ada orang yang mengaku-ngaku untuk mengakali antrian. Nah di Australia, budaya mengantri merupakan pembelajaran etika paling mula dikenalkan kepada siswanya. Sepertinya terlihat sepele, tapi hikmah yang diharapkan dari budaya antri adalah saling menghormati hak orang lain, jujur, bersosialisasi, manajemen waktu, keterbukaan dan disiplin. Sebenarnya karakter dan etika sudah mulai ditanamkan dari grade rendah hingga menengah atas, atau sekitar 12 tahun wajib belajar. Untuk membentuk karakter siswa, 12 tahun adalah waktu yang cukup pendek. Untuk apa hal itu dilakukan?
Alasan yang mendasar adalah, tidak semua anak kelak menjadi seorang dokter, ahli matematika komplek atau seorang yang jenius di bidang TIK. Pada kenyataannya, hanya perhitungan dasar tambah, kurang, bagi, dan kali serta angka decimal yang dipakai sehari-hari. Namun sebaliknya, hal-hal kecil seperti mengantri atau membuang sampah pada tempatnya adalah etika kepribadian yang pasti akan dibawa semua anak hingga dewasa kelak.
Di Indonesia, sistem pendidikan nasional sebenarnya sudah lama mencanangkan PENDIKAR (Pendidikan Karakter) dalam upaya membekali siswa dengan karakter-karakter, bahkan di Inodeonesia dijelaskan dengan konsep yang lebih lengkap, sayangnya Implementasinya masih kurang. Kemudian, partisipasi dari orang tua siswa juga masih sangat rendah dalam memberikan dorongan pembentukan karakter. Contohnya, banyak orang tua siswa yang tidak terima anaknya dihukum padahal partisipasi mereka untuk ikut membentuk karakter anak didik pun juga kurang, buktinya mereka menyerahkan semuanya kesekolah.
Pada akhirnya, cara yang paling efektif untuk menanamkan karakter itu adalah contoh atau keteladanan orang tua dan guru. Sebab, anak adalah peniru terbaik di dunia. Semua yang dicontohkan orang tua otomatis menjadi bagian dari karakter anak.

"Pendidikan kita belum memenuhi tuntutan pendidikan karakter. Masih ada kekerasan di sekolah dan rumah, kurikulum semakin padat, dan cara mengajar yang belum ramah anak"Kak Seto

Cara lain sebagai pelengkap adalah melalui buku bacaan, dongeng, dan permainan yang bermuatan pendikan karakter. Melukis tentang lingkungan juga memberikan ruang bagi anak mengekspresikan kecintaan dan kepeduliannya terhadap lingkungan. Hidup ini bukan hanya untuk ilmu pengetahuan sains dan teknologi, tetapi Pendidikan Kewarganegaraan untuk membentuk pendidikan berkarakter itulah yang perlu lebih diperhatikan.

KESIMPULAN

Bukan rahasia lagi jika hal penting seperti religius, kejujuran, disiplin dan tanggungjawab tidak maksimal diterapkan di sekolah Indonesia. Orientasi pada nilai akademik, Ulangan dan Ujian Nasional dijadikan momok oleh guru untuk mendorong siswa belajar. Hal penting itulah yang dinamakan Karakter, untuk menjadikan karakter itu baik atau buruk maka diperlukan yang namanya Pendidikan Karakter. Pendidikan Karakter merupakan suatu kegiatan yang diupayakan secara sengaja guna menjadikan seorang individu yang memiliki kepribadian cara berpikir dan berperilaku untuk hidup dan bekerja sama, baik di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, maupun  negara.

DAFTAR PUSTAKA



THANK YOU!!!
HOPE YOU LIKE IT :))