ARTIKEL
KEWARGANEGARAAN
“Penting Tapi
Disepelekan”
Dosen
Pengampu : Drs. Irwan, M.Pd
Disusun
Oleh :
Nama : Bunga Anggraeni Rahayu
NIM : A1C118043
Kelas : Reguler C
Nama : Bunga Anggraeni Rahayu
NIM : A1C118043
Kelas : Reguler C
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2018
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur
Alhamdulillah
kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga artikel Kewarganegaraan “Penting
Tapi Disepelekan” ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami
ucapkan kepada Dosen Pengampu Pendidikan Kewarganegaraan, Bapak. Drs. Irwan,
M.Pd., serta teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan
ide-idenya sehingga artikel ini bisa disusun dengan
baik dan rapi.
Kami berharap semoga artikel
ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa artikel ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
artikel
selanjutnya yang lebih baik lagi.
Muaro
Jambi, November 2018
Penulis
PENTING
TAPI DISEPELEKAN
Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values—Thomas Lickona
— ‘Pendidikan Karakter’ adalah upaya yang disengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti —
— ‘Pendidikan Karakter’ adalah upaya yang disengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti —
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling) dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter yang baik itu wajib didukung oleh pengetahuan kita tentang kebaikan, keinginan kita untuk berbuat baik, dan saat kita melakukan perbuatan kebaikan itu sendiri. Jika kita melihat dari kutipan diatas, tentu kita akan berfikir bahwa pendidikan karakter itu sangatlah penting. Siapapun, dimanapun, kapanpun, mau kemanapun, dan dengan kondisi apapun, semuanya membutuhkan Pendidikan Karakter. Kalian pasti bertanya-tanya, apa itu Pendidikan Karakter? Sepenting itukah? Apakah kita bukan apa-apa tanpa pendidikan karakter? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mari kita telusuri Pendidikan Karakter.
Apa itu Pendidikan Karakter?
Pengertian Pendidikan Karakter menurut beberapa ahli :
1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, Pendidikan Karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian Pendidikan Karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).
4. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).
Berdasarkan pengertian-pengertian Pendidikan Karakter menurut para ahli diatas, dapat saya tarik kesimpulan bahwa menurut pendapat saya pribadi Pendidikan Karakter merupakan suatu kegiatan yang diupayakan secara sengaja guna menjadikan seorang individu yang memiliki kepribadian cara berpikir dan berperilaku untuk hidup dan bekerja sama, baik di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
Pendidikan
karakter mungkin terdengar biasa saja di telinga kita apalagi kita disini
sebagai orang awam yang tidak begitu mengerti apa itu makna pendidikan dan
karakter sebenarnya. Tapi ketahuilah bahwa karakter ini lah yang menjadi poin
utama diri kita, karakterlah yang membawa kita menuju masa depan yang baik atau
buruk, suka atau tidak suka, bahagia atau menderita, bermanfaat atau tidak
bermanfaat. Bagaimana diri kita kedepannya semua ada di tangan kita sendiri.
Orang lain hanya bisa melihat hasilnya, tapi hanya kitalah yang tahu betul
bagaimana proses kita menuju itu semua. Pendidikan karaker itu bukan
semata-mata kita berpendidikan, kita mengenyam pendidikan dari Sekolah Dasar
(SD) hingga lulus S1, kita berlabel
sarjana, master, doktor, professor atau apapun itu semua hanya sekedar label,
semua hanya sekedar pendidikan semata, tapi seseorang itu belum tentu mempunyai
karakter, karena karakter bukanlah hanya milik orang-orang yang lulus S1, S2,
maupun S3, tapi karakter bisa dimiliki oleh semua orang, karakter bersifat
universal dan bebas, siapapun bisa memilikinya.
Tetapi,
yang perlu kita garis bawahi yaitu apakah karakter yang kita miliki itu
sudah baik, akan baik, atau tidak baik? Karakter mencakup etika seseorang,
hal itulah yang membuat karakter memiliki 2 sifat, yaitu sifat baik atau buruk.
Karakter itu sendiri jelas berbeda jalur dengan IQ seseorang, karena yang kita
lihat pada kenyataan saat ini banyak orang cerdas yang tidak beretika, banyak
orang yang daya intelektualnya tinggi tetapi untuk berkarakter yang baikpun
tidak tahu. Contoh sederhananya saja di dalam proses pembelajaran khususnya di
Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan bukanlah suatu hal yang penting menurut
kita bahkan seringkali beberapa diantara kita meremehkan mata pelajaran itu.
Pada saat seorang anak mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar pun kebanyakan
dari orang tuanya tidak begitu menekankan sang anak pada pelajaran-pelajaran
yang kaitannya lebih ke sosial, mereka jauh lebih sering menekankan kepada
anak-anaknya pelajaran-pelajaran yang sifatnya eksak. Bukan hanya dari sisi
orang dewasanya saja, bahkan dari sisi sang anak itu sendiri pun lebih condong
ke hal-hal yang berbau ilmiah, karena bagi pandangan sang anak hal tersebut
sangatlah keren dan luar biasa. Bukti realnya saja ketika guru
menanyakan kepada murid-muridnya mau jadi apa saat besar nanti, sebagian besar
dari mereka menjawab ‘ingin jadi dokter’ lalu sang guru menjawab ‘kalau mau
jadi dokter harus pintar IPA (ilmu pengetahuan alam) dan Matematika’ kemudian
setelahnya, oleh mereka, ilmu-ilmu selain ilmu MIPA (matematika dan ilmu-ilmu
alam) benar-benar dinomor duakan. Apakah hal tersebut salah? Apakah menjadi
seorang dokter maupun ilmuan bukan jalan yang benar? Tentu saja hal
tersebut tidak bisa kita katakan salah, namun tidak pula sepenuhnya benar, atau
lebih tepatnya pernyataan-pernyataan diatas masih kurang tepat, dan perlu
pembenahan kembali lebih lanjut. Yang perlu kita pertanyakan yaitu apakah jika
kita menjadi seorang dokter kita sudah bisa dikatakan memiliki karakter yang
baik, apakah dengan ilmu MIPA saja kita akan menjadi orang yang paling
beruntung di dunia.
Sungguh
miris jika kita melihat pendidikan saat ini, khususnya pendidikan di Negara
kita tercinta ini, gaung pendidikan karakter belum sejalan dengan
realisasinya di dunia pendidikan. Buktinya, pendidikan karakter masih
disepelekan, belum diprioritaskan pada proses belajar mengajar, bahkan hanya
sisipan di dalam mata pelajaran lain. Sementara di sekolah, guru
orientasi mendorong dan menciptakan siswa yang hanya pintar sains, seperti
matematika, kimia, dan fisika. Di rumah, orang tua akan lebih bangga terhadap
anaknya yang bernilai bagus dan juara sains. Ini kekeliruan dunia
pendidikan kita, kita hanya menganggap bahwa mata pelajaran
sains lebih penting, dan mendiskriminasi budi pekerti. Akibatnya,
banyak anak cerdas yang justru terjerumus dalam narkoba, seks bebas, tawuran,
dan korupsi ketika dewasa.
Padahal,
jika kita menelaah tentang pengertian hingga kasus-kasus seputar pendidikan dan
karakter, kita akan tersadar bahwa pendidikan karakter yang meliputi
norma-norma seperti, sopan santun, saling menghormati, toleransi,
disiplin, suka menolong, dan mencintai lingkungan, kelihatannya sepele tetapi
memiliki pengaruh sangat kuat dalam seluruh dimensi kehidupan manusia. Bahkan
untuk Negara kita kedepannya, dengan memiliki penduduk-penduduk
yang berkarakter juga akan menghasilkan bangsa yang berkarakter serta
berdaya saing. Contohnya di Negara Jepang pendidikan karakter
justru lebih diprioritaskan dari pendidikan lain selama seorang individu
menempuh sebuah pendidikan. Bahkan kelakuan yang sederhana sekalipun,
seperti cara menggunakan toilet umum, dan berbicara dengan orang lebih tua
ditanamkan sejak pendidikan anak usia dini. Tidak bisa dipungkiri
bahwa penduduk di negeri Sakura itu memiliki karakter kuat, seperti kedisiplinan
dan sopan santun, dimanapun dan kapanpun mereka berada. Nasionalisme juga demikian,
sehingga tidak heran orang Jepang jarang mengidolakan ketokohan negara lain.
Sedangkan kenyataan yang terjadi di Indonesia justru kita seperti melihat lawan
kata dari pendidikan karakter Negara Jepang itu. Sangat miris, tetapi itulah
yang terjadi, Negara Indonesia adalah Negara yang kaya akan kebudayaan, suku,
agama, hasil tambang, flora dan fauna, tetapi sangat miskin karakter dan moral.
How think?
Ada
satu kasus yang akan membuat kalian langsung berfikir 7 keliling dimana akan
semakin membuka cara pandang dan pola pikir kita,
Di Australia, ada anak yang tidak naik kelas 2 tahun berturut-turut karena menolak antrian saat makan siang, menyerobot antrian bus sekolah, tidak jujur dan berbohong tentang PR, dan perilaku yang tidak menghargai hak teman sekelas—Padahal nilai akademiknya terbilang cemerlang.
Guru
di Australia mengaku bahwa mereka lebih khawatir terhadap siswa yang tidak
pandai mengantri daripada siswa yang tidak bisa membaca, menulis, dan
berhitung. Padahal jika dipikir-pikir, apalah pentingnya mengantri? Sebegitu
pentingkah sampai-sampai tidak bisa membaca pun tidak apa-apa?
Kalian tentu pernah merasakan
bagaimana lelahnya mengantri, rasa kesal,
pegal, mati rasa, jengkel apalagi jika tiba-tiba ada yang menyelonong
menyerobot main rebut antrian atau ada orang
yang mengaku-ngaku untuk
mengakali antrian. Nah di
Australia, budaya mengantri merupakan pembelajaran etika paling mula dikenalkan
kepada siswanya. Sepertinya terlihat sepele, tapi
hikmah yang diharapkan dari budaya antri adalah saling menghormati hak orang
lain, jujur, bersosialisasi,
manajemen waktu, keterbukaan dan
disiplin. Sebenarnya karakter dan etika sudah mulai ditanamkan
dari grade rendah hingga menengah atas, atau sekitar 12 tahun wajib
belajar. Untuk membentuk karakter siswa, 12 tahun adalah waktu yang cukup
pendek. Untuk apa hal itu dilakukan?
Alasan
yang mendasar adalah, tidak semua anak kelak menjadi seorang dokter,
ahli matematika komplek atau seorang yang jenius di bidang
TIK. Pada kenyataannya, hanya perhitungan dasar tambah, kurang, bagi, dan
kali serta angka decimal yang dipakai sehari-hari.
Namun sebaliknya, hal-hal kecil seperti mengantri atau membuang sampah
pada tempatnya adalah etika kepribadian yang pasti akan dibawa semua
anak hingga dewasa kelak.
Di Indonesia, sistem pendidikan nasional sebenarnya sudah lama mencanangkan PENDIKAR (Pendidikan
Karakter) dalam upaya membekali siswa dengan
karakter-karakter, bahkan di Inodeonesia dijelaskan dengan konsep yang lebih
lengkap, sayangnya Implementasinya masih kurang. Kemudian, partisipasi
dari orang tua siswa juga masih sangat
rendah dalam memberikan dorongan pembentukan karakter. Contohnya, banyak orang tua siswa
yang tidak terima anaknya dihukum padahal partisipasi mereka untuk ikut
membentuk karakter anak didik
pun juga kurang, buktinya mereka
menyerahkan semuanya kesekolah.
Pada
akhirnya, cara yang paling efektif untuk menanamkan karakter itu adalah
contoh atau keteladanan orang tua dan guru. Sebab, anak adalah peniru
terbaik di dunia. Semua yang dicontohkan orang tua otomatis menjadi bagian dari
karakter anak.
"Pendidikan kita belum memenuhi tuntutan pendidikan karakter. Masih ada kekerasan di sekolah dan rumah, kurikulum semakin padat, dan cara mengajar yang belum ramah anak"—Kak Seto
Cara
lain sebagai pelengkap adalah melalui buku bacaan, dongeng, dan permainan yang
bermuatan pendikan karakter. Melukis tentang lingkungan juga memberikan ruang
bagi anak mengekspresikan kecintaan dan kepeduliannya terhadap lingkungan.
Hidup ini bukan hanya untuk ilmu pengetahuan sains dan teknologi, tetapi Pendidikan
Kewarganegaraan untuk membentuk pendidikan berkarakter itulah yang perlu lebih
diperhatikan.
KESIMPULAN
Bukan rahasia lagi jika hal penting seperti religius, kejujuran,
disiplin dan tanggungjawab tidak maksimal diterapkan di sekolah
Indonesia. Orientasi pada nilai akademik, Ulangan dan Ujian Nasional dijadikan
momok oleh guru untuk mendorong siswa belajar.
Hal penting itulah yang dinamakan Karakter, untuk menjadikan karakter itu baik
atau buruk maka diperlukan yang namanya Pendidikan Karakter. Pendidikan
Karakter merupakan suatu kegiatan yang diupayakan secara sengaja guna
menjadikan seorang individu yang memiliki kepribadian cara berpikir dan
berperilaku untuk hidup dan bekerja sama, baik di dalam lingkungan
keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
DAFTAR
PUSTAKA
THANK YOU!!!
HOPE YOU LIKE IT :))
HOPE YOU LIKE IT :))