Sabtu, 05 September 2015

CERPEN-YANG BARU TIDAK SELALU BEGITU

Kubuka lembaran kenangan indah yang dulu pernah kurasakan, album foto itu mengingatkanku pada masa dimana aku masih duduk dibangku sekolah dasar. Terkadang aku merasa geli, sampai-sampai tidak sadar lagi jika sudah senyum-senyum sendiri. Ya, pasalnya masa-masa putih merahku dulu sungguh memalukan, bukan karena aku berbuat konyol, tetapi karena kisah hidupku dulu yang bak perasaan. Apalagi saat duduk dibangku kelas 6 Sekolah Dasar, aku dan teman-temanku  merasa sudah yang paling senior dan sangat ditakuti oleh siapapun, termasuk guru-guru yang mengajar kami. Bagaimana tidak, guru baru yang mengajar di sekolahku pun bisa sakit dan hampir tidak mau mengajar lagi akibat ulahku dan teman-temanku.
“Eh, katanya mau ada guru baru ya Wa?”, tanya Widia penasaran.
“Meneketehe, tumerejane, manaku tau.”, jawabku singkat.
Widia yang tidak puas dengan jawabanku langsung pergi dari hadapanku dengan muka masam. Ia kembali melontarkan pertanyaan yang sama kepada Wida. Tapi, ia juga mendapat jawaban yang sama seperti jawabanku tadi,
“Ah kalian mah, aku tanya juga, jawabnya gitu-gitu mulu. Kan sebel!”
“Iya Wid, tadi aku liat di kantor ada ibu guru baru.”, jawab Jojo.
Akhirnya, rasa penasaran widia bisa terobati dengan jawaban sang pujaan hatinya itu. Ia langsung tersipu malu melihat Jojo ada disebelahnya dan menjawab pertanyaannya itu. Seketika seisi kelas pun rusuh. Aku, Wida, Yuli, dan yang lainnya bersorak sorai melihat dua insan yang sedang tersipu malu karena semua pandangan tertuju kepada mereka. Ya, beginilah keadaan anak yang sebentar lagi akan dewasa, sudah mulai bertingkah. Apalagi tidak lama lagi, kami akan keluar dari sini dan menempuh hidup baru, berkenalan dengan masa putih biru.
“Cie.. Widia.. cuit, cuit. Jojo juga cie, cie.”, gangguku.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 9.30 WIB, waktu istirahat pun tiba. Aku dan Wida yang dari tadi sudah berencana untuk membeli tekwan langsung buru-buru bergegas menuju warung Bude Siti. Sudah lama sejak Bude Siti cuti berjualan aku tidak pernah lagi membeli tekwan. Rasanya masih sama, super maknyos, apalagi kalau pedas, jadi ingin tambah terus.
“Wa, kalo bener ada guru baru, terus ngajar kita, kita mau ngapain? Gak suka deh ada yang baru-baru, pasti gak enak. Kayak si Ade, anak baru yang nyebelin itu, akhirnya dia pindah kan.”, ucap Wida panjang lebar, sambil terus mensruput kuah tekwannya.
“Kita bully aja kali ya? Atau kita gangguin aja biar dia gak betah, terus jadinya pindah, hahaha.”, jawabku nyeleneh.
“Ini masalahnya guru Wa, bukan siswa. Kan takut, kalo entar kita dimarah sama Ibu Tuti, kepala sekolah kita tercinta.”, Wida kembali menjawab.
“Santai aja Wid, tinggal kabur kan beres, kalo gak mau ketemu guru barunya. Gitu aja kok susah amat.”, jawabku tenang.
Wida menghela napas panjang dan kembali memakan pentol tekwannya yang tinggal satu itu. Setelah puas makan tekwan, kami pun kembali ke kelas. Sebenarnya didalam hati, aku masih memikirkan perkataan wida tadi, aku baru sadar kalau perkataannya itu ada benarnya juga. Aku sangat-sangat tidak ingin ada guru baru yang mengajar di kelas kami. Sudah cukup si Ade saja yang tidak betah dan keluar gara-gara ulah kami. Entah kenapa aku, tidak, bukan aku saja, tapi semua teman-temanku, tidak suka dengan sesuatu yang baru. Kami menganggap itu, seperti penyeludup yang tiba-tiba masuk menyelinap ke rombongan kami yang sudah sangat klop ini.
Sampai di kelas, Anton langsung menghampiriku, dan mengatakan bahwa besok kami akan belajar Pendidikan Kewarganegaraan dengan ibu guru baru. Aku yang mendengar itu langsung shock, aku tidak tau lagi harus bagaimana, yang pasti aku sangat tidak percaya bahwa apa yang aku takutkan benar-benar terjadi.
“Oh, ok ton. Siapa yang bilang itu? Terus kita harus apa? Sambut pake Tari Persembahan?”, tanyaku agak sedikit dongkol.
“Tadi Pak Saragih datang ke kelas dan bilang begitu. Janganlah seperti itu Wa, kita harus berbaik sangka dulu, jangan langsung jiplak orang seperti itu, siapa tau ibu gurunya cantik dan baik.”, jawab Anton meluruskan.
Tapi, aku sama sekali tidak tertarik dengan kata-kata Anton yang sok bijak itu. Sampai kapan pun memang aku dan Anton tidak akan pernah bersatu. Kami selalu saja berbeda pikiran dan berdebat. Tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, sampai akhirnya waktu yang memisahkan dan menghentikan sidang isbat kami ini.
Seperti biasa, aku, Wida dan Widia membentuk forum dibelakang, dan membicarakan tentang topik terhangat hari ini yaitu ibu guru baru. Lalu, kami mengambil kesimpulan untuk dibicarakan ke yang lain. Kami berencana untuk tidak mengikuti pelajaran ibu itu besok, dan tetap berada di luar. Siapapun yang menyuruh kami masuk, tidak akan kami dengarkan. Mau itu teman yang berkhianat kek, cleaning service kek, guru kek, bahkan kepala sekolah sekalipun tidak akan kami hiraukan. Kami berharap, hal itu bisa membuat sekolah sadar bahwa kami tidak mau ada guru baru. Kami lebih memilih belajar semua mata pelajaran dengan wali kelas kami, dibanding harus belajar dengan ibu guru baru. Kami berprinsip bahwa guru perempuan baru itu pasti centil, sok cantik, sok baik, dan cari perhatian. Dan pada kenyataannya, dia tidak bisa mengajar dengan baik, karena hanya memikirkan fashionnya saja. Ditambah lagi ibu guru baru itu masih muda kata Jojo.
“Hush! Jangan bicara seperti itu. Posthink dong, ibu gurunya cantik dan baik kayak aku.”, kata Keri.
“Kamu mau jadi pengkhianat ya Ker? Silahkan!”, bentakku sambil melotot kearah Keri.
Aku tahu betul, Keri akan diam jika aku sudah menjawab. Pasalnya, dia sangat takut padaku. Aku memang sangat jahat disini, tapi tidak dengan semuanya. Aku hanya akan jahat jika ada orang yang tidak sependapat padaku dan berbicara nyolot. Aku berharap setelah lulus dari Sekolah Dasar aku bisa menjadi wanita yang kalem dan lemah lembut. Tapi entahlah jika masih banyak orang yang berkhianat, mungkin aku akan terus membasmi mereka.
Tak terasa sudah berjalan setengah hari, lonceng pulang sekolah berbunyi. Buleku yang sedari tadi sudah menungguku di dekat gerbang memanggilku.
“Wawa cepet!”
“Iya bule”, teriakku.
Sesampainya di rumah, aku langsung ganti pakaian dan makan siang. Beruntung sekali aku hari ini, ibuku memasak makanan kesukaanku, Cumi Sambel Ijo. Selesai makan, kucari posisi wenak di depan televisi. Aku sudah tidak sabar lagi menonton acara di MNCTV siang ini, seperti biasa, “Upin Ipin dan Kawan-Kawan” dilanjutkan dengan “Boboi Boy”. Hobiku memang menonton hal-hal yang berbau kekanak-kanakan. Aku merasa seperti anak berumur 4 tahunan jika menonton kartun ini.
**********
Keesokan harinya, aku bergegas bersiap-siap untuk sekolah. Sialnya, aku lupa membereskan bukuku tadi malam, bapakku pun berangkat kerja lebih dulu dan meninggalkanku. Pagi ini, aku harus siap menerima omelan dari ibu karena ketelambatanku. Ibuku menyuruhku untuk menunggu orang lewat di depan rumah untuk dimintai tebengan. Padahal aku paling tidak suka jika harus melakukan ini. Tapi, jika aku tidak melakukannya, mungkin aku tidak akan sampai ke sekolah. Jika aku memilih untuk berjalan kaki, itu akan memakan waktu yang sangat lama, karena jarak dari rumahku ke sekolah sekitar 3 km.
Setelah lama menunggu, akhirnya aku pun mendapat tebengan dari tetanggaku yang hendak pergi ke kebun. Sesampainya di sekolah, seperti biasa, teman-teman segengku menghapiriku.
“Lama banget Wa datengnya, macet ya? Hahaha.”, goda wida.
“Tadi aku ditinggal sama bapak, jadi terpaksa harus menumpang tebengan.”, jawabku agak sedikit kesal.
Tapi tiba-tiba, pandanganku beralih ke wanita yang ada dihadapanku diseberang sana. Ya, wanita itu mengenakan pakaian formal rapi seperti guru. Tapi sepertinya, dia bukan guru di sekolahku. Aku belum pernah melihatnya sama sekali di sekolahku. Baju dan rok hijau muda yang ia kenakan, membuat pandangan semua orang tertuju padanya, termasuk aku.
“Itu dia ibu guru barunya.. cantikkan?”, seru Jojo meramaikan suasana yang memang sedari tadi hening.
“Hah? Cantik darimana Jo!? Orang belum keliatan juga mukanya. Huu…!”, jawabku sinis.
“Santai Wa.”, jawab Jojo sok asik.
“Ih, gak suka deh ada guru baru! Sepakatkan ntar kabur pas ibu itu masuk?”, seruku.
“Oke Wa.”, jawab Widia dan Wida.
“Biarin aja yang lain, mereka kan mau jadi pengkhianat. Biar jadi anak kesayangan terus dapet juara ngalahin aku.”, sindirku dengan menyombongkan diri.
Lonceng masuk berbunyi, aku, Wida, dan Widia, buru-buru masuk kelas mengambil tas dan siap-siap bolos. Sebelumnya aku menyeru kepada semua teman-temanku yang ada di kelas. Tapi, seperti yang sudah aku duga, pasti banyak yang berkhianat. Yang ikut denganku hanya ada 9 orang diantaranya ada Wida, Widia, Yuli, Heni, Anisa, Edi, Ade Kiki, Tri, bahkan Jojo yang tadinya memuji pun ikut rombongan kami. Jujur, aku memang anak yang nakal. Tapi, aku tidak pernah lepas dari peringkat satuku. Walaupun badung begini, aku masih tetap memikirkan prestasi.
“Assalamualaikum WR. WB.”, ibu guru baru masuk kelas mengucapkan salam.
“Walaikumsalam WR. WB.”, jawab anak-anak pengkhianat yang masih berada di kelas.
“Ini jumlah siswanya memang cuma segini? Bukannya ada 28 ya? Kemana yang lain?”, Tanyanya keheranan.
Tidak ada respon dari anak-anak, mereka semua terdiam. Begitu pula dengan sang guru. Mungkin karena dia guru baru, jadi dia tidak begitu mempermasalahkan hal itu. Buktinya, dia tidak kepo dengan pertanyaan yang belum dijawab tadi dan langsung memperkenalkan diri.
“Baiklah, perkenalkan nama lengkap ibu Nur Kumala, kalian bisa panggil saya bu Nur.”
Asal kalian tahu, sebenarnya kami bersepuluh ini mengintip dari jendela. Dan betapa kagetnya kami ketika bu Nur melihat ke arahku. Aku yang sudah tertangkap basah mengintip ini langsung panik dan berencana lari. Tapi, bu Nur langsung membuka jendela dan menyeru.
“Heyy…! Kalian bersepuluh kenapa tidak masuk kelas? Malah mengintip lagi!”, teriak bu Nur yang membuat kami sangat ketakutan.
“Mau kabur bu..”, jawabku ringan.
“Ya ampun, ada ya siswa yang seperti ini. Tidak tau sopan santun. Kecewa ibu, baru pertama kali ibu lihat ada siswa seperti ini.”, jawab bu Nur dengan muka memerah.
“Abisnya kita gak mau ada guru baru, guru baru tu ngeselin, kayak ibu. Baru masuk udah marah-marah.”, jawabku sambil bergegas pergi menjauh dari hadapan bu Nur.
“Mau kemana kalian?!”, teriak bu Nur lagi.
Kami sama sekali tidak menghiraukannya lagi, dan langsung kabur menjauh dari ruang kelas kami. Sialnya, kami tertangkap basah dengan guru lain. Walaupun sudah tertangkap basah, kami masih bisa lari. Bahkan kami main kejar-kejaran dengan satpam sekolah kami. Sampai akhirnya kami bertemu dengan kepala sekolah kami. Sepertinya bu Tuti marah besar melihat tingkah kami. Bisa dilihat dari mukanya yang seketika berubah menjadi seperti api yang berkobar-kobar. Tapi tetap saja kami abaikan, sampai akhirnya kami bersepuluh bisa sampai di pintu gerbang dan berhasil melarikan diri. Setelah dipikir-pikir, masalahnya memang sepele, hanya tidak ingin ada guru baru. Tapi, karena kami memang punya jiwa-jiwa pemberontak, ya begini akhirnya.
Sesampainya di rumah, aku sudah tidak punya pikiran lagi untuk ganti baju. Langsung ku rebahkan badanku di atas kasur dan tertidur pulas sampai sore.
*****
Tak terasa malam sudah berganti pagi, matahari sudah mulai menampakkan wajahnya. Hari ini aku sangat takut sekali berangkat sekolah, akibat ulah kami kemarin. Pasalnya, itu adalah bagian dari kenakalan kami yang paling parah. Tapi, karena memang aku sudah bebal, jadi aku tenang-tenang saja dan tetap berangkat sekolah seperti biasanya.
Benar dugaanku, saat jam pelajaran dimulai, wali kelasku masuk dengan muka yang berbeda, tidak seperti biasanya, yang selalu menebarkan senyuman. Kami, seluruh siswa/siswi kelas VI didikan pak Parjio, kena omel habis-habisan. Dan kami bersepuluh yang membuat masalah kemarin, disuruh menghadap bu Nur dan meminta maaf kepadanya.
Aku dan delapan orang lainnya, saat jam istirahat langsung pergi ke kantor untuk menemui bu Nur. Tapi ternyata bu Nur tidak ada. Yang membuat kami sangat kaget, ketika guru piket mengatakan bahwa bu Nur sakit, sehingga tidak bisa masuk. Aku yang kemarin beradu mulut dengan bu Nur sangat merasa bersalah, dan berencana sepulang sekolah nanti membeli sesuatu sebagai tanda permohonan maaf. Kami bersepuluh pun iuran dan membelikan mainan jilbab untuk bu Nur.
******
Keesokan harinya, kami lihat bu Nur sudah masuk. Kami langsung bergegas menemuinya dan meminta maaf.
“Ibu.. kami semua minta maaf ya bu.. kami janji tidak akan mengulanginya lagi.”, kataku sambil menyalami bu Nur dan memberikan mainan jilbab yang kami beli kemarin.
“Iya, ibu maafkan.. lain kali jangan seperti itu lagi. Ibu juga minta maaf karena sudah marah-marah kemarin. Ngomong-ngomong makasih hadiahnya. Hehehe.”, jawab bu Nur sambil tertawa.
Spontan kami semua yang ada disini tertawa. Kami bersepuluh, ditambah bu Nur saling berpelukan. Akhirnya, aku sadar, bahwa tidak semua yang baru itu begitu. Aku terlalu cepat mengambil kesimpulan. Bu Nur guru yang sangat baik, dia penyayang. Dari sini aku bisa belajar untuk menerima. Menerima apapun itu.
Kini, aku sudah mulai beranjak dewasa. Jika kuingat-ingat lagi masa itu, rasanya sungguh mengharukan sekali. Ya, aku juga tidak menyangka, jika Bu Nur sekarang adalah tetanggaku.

"Sorry masih banyak kekurangan"



Karya : Bunga Anggraeni Rahayu
XI MIA 3 MAN Insan Cendekia Jambi



Selasa, 10 Maret 2015

Tempat Wisata CANDI di Indonesia !

Candi Borobudur ^^

Candi Prambanan :)

Ratu Boko

Selasa, 03 Maret 2015

ASAL MULA GUNUNG KEMBANG

            Di sebuah kerajaan hiduplah dua orang putri yang cantik jelita. Kedua putri itu bernama Putri Darah Putih dan Putri Darah Merah. Mereka hidup bersama Ayah mereka, mereka hidup dengan rukun tidak pernah ada masalah. Hidup mereka tidak sama dengan keluarga lainnya yang selalu ada masalah. Mereka telah menciptakan keharmonisan dalam keluarga.
Ketika mereka Putri Darah Putih dan Putri Darah Merah sudah dewasa, tanpa diduga Ayah mereka meninggal dunia, karena dibunuh oleh penjajah. Mereka sangat sedih. Karena menurut mereka, dengan meninggalnya ayah mereka, tidak akan ada lagi orang yang mendampingi mereka seperti saat Ayah mereka masih ada. Dengan rasa sedih itu ayah mereka dikuburkan. Rupanya sebelum Ayah mereka meninggaldunia, Ayah mereka berpesan, kalau ia telah meninggal dunia nanti, maka Putri Darah Putih akan memimpin kerajaan untuk menggantikan posisinya.
Mendengar hal itu, Putri Darah Merah menjadi tidak senang, dengan rasa tidak senang itu Putri Darah Merah berniat mengambil alih kekuasaan Putri Darah Putih. Ia menyusun rencana dan akhirnya timbulah niat jahat dihatinya, yaitu memebunuh Putri Darah Putih yang berstatus sebagai saudara sendiri. Ia berencana untuk membunuh Putri Darah Putih pada bulan purnama, karena itu waktu yang sangat tepat baginya.
Dengan penuh kesabaran, Putri Darah Merah menanti saat bulan purnama tiba. Akhirnya bulan yang ditunggunya datang juga yang bertepatan pada malam jum`at kliwon. Lalu Putri Darah Merah mengajak Putri Darah Putih kesuatu tempat yaitu tapat di tengah-tengah hutan belantara. Putri Darah Putih tidak menyadari rencana jahat Putri Darah Merah padanya.
Setibanya pada tempat yang dituju, Lalu Putri darah Merah langsung menyerang Putri Darah Putih. Tanpa berfikir panjang Putri Darah Putih langsung membalas serangannya. Akhirnya terjadilah perkelahian yang tiada henti-hentinya, sehingga sampai hari ke-90 barulah perkelahian itu berhenti. Putri Darah Merah kalah dan meninggal dunia, dan di kuburkan di samping kuburan Ayahnya.
Setelah Putri Darah Merah meninggal dunia, Putri Darah Putihpun tinggal sendirian dikerajaan. Ia memimpin kerajaan tanpa didampingi orang-orang yang disayanginya. Dari bulan kebulan ia hidup sendirian dan tidak pernah keluar dari kerajaan seperti biasanya. Iapun merasa bosan di kerajaan, lalu Putri Darah Putih pergi keluar kerajaan dengan maksud ingin melihat suasana di luar kerajaan. Ia keliling-keliling kerajaan dan ia merasa senang karena bisa menghirup udara segar di luar kerajaan lagi. Tanpa disengaja ia bertemu dengan seorang pemuda dan mereka saling berkenalan. Nama pemuda itu adalah Bujang Kurap. Ia sangat buruk rupa, karena banyak terdapat kurap ditubuhnya. Bujang kurap itu hidup sebatang kara sama halnya dengan Putri Darah Putih yang hidup sendirian di kerajaan.
Putri Darah Putih sangat senang pada Bujang Kurap, karena menurut Putri Darah Putih, Bujang Kurap mempunyai sifat yang baik dan rendah hati. Mereka berdua berteman dengan baik, setelah sekian lama berteman, tumbuhlah rasa cinta dihati keduanya sampai akhirnya mereka menikah. Mereka sangat gembira, dengan menjalani hubungan suami istri yang harmonis, penuh kasih sayang, dan tidak pernah ada masalah. Setiap hari mereka menciptakan kebahagiaan dalam keluarga.
Sekian lama mereka menikah namun belum juga dikaruniai anak, mereka selalu bersabar. Pada suatu hari Bujang Kurap minta izin pada istrinya untuk berkelana, tidak banyak pikir istrinyapun memberi izin kepadanya. Ketika mendengar istrinya memberi izin, ia langsung mengemas pakaian dan segera pergi berkelana sehingga istrinya ( Putri Darah Putih ) hidup sendirian lagi dikerajaan dan ia memimpin kerajaan tanpa didampingi sang suami. Setelah sekian lama Bujang Kurap berkelana, akhirnya Ujang Kurap pulang juga kekerajaan. Sesampainya di kerajaan, Bujang Kurap sangat terkejut, karna ia tidak melihat istrinya. Ia mencari istrinya disekitar kerajaan, tapi ia tidak juga bertemu dengan istrinya, sehingga ia bertanya pada warga sekitar kerajaan. Tapi wargapun balik bertanya,
“Apakah kamu tidak mengetahui keberadaan istrimu?”.
“Tidak, karna sudah lama saya tidak ada dirumah, sebab saya ada urusan diluar, tapi sebenanya ada apa dengan semua ini?” jawab Bujang Kurap
Setelah mendengar semua perkataan Bujang Kurap, warga menceritakan semuanya, sebenarnya berat bagi kami untuk menceritakan semua ini padamu ( Bujang Kurap semakin penasaran ), tapi karna kamu adalah suaminya, kami akan menceritakan semuanya padamu, sebenarnya istrimu sudah lama meninggal dunia, karena dibunuh oleh orang misterius ditengah-tengah hutan rimba, tempat istrimu dan Putri Darah Merah berkalahi dulu. Istrimu dikuburkan didekat kuburan Ayah dan saudaranya. Setelah mendengar semua itu Bujang Kurap mengucapkan terima kasih pada warga, dengan wajah sedih bercampur api kemarahan ia meninggalkan rumah warga untuk mencari kuburan istrinya dengan membawa sebuah pedang dan keris. Berkeliling mencari kuburan tersebut, dan akhirnya ia menemukan kuburan yang dimaksud.
Sesampainya disana Bujang Kurap merasa kesal, karena ia tidak melihat istrinya sewaktu meninggal dunia, karena rasa kesalnya itu akhirnya ditancapkannyalah pedang dan keris yang di bawanya tadi. Sambil mengucap sumpah yang berbunyi :
“Siapa yang mengambil pedang dan keris ini, maka ia akan menjadi gila“.
Setelah mengucapkan sumpah, iapun pergi meninggalkan kuburan istrinya. Beberapa menit setelah Bujang Kurap pergi, tiba-tiba ada seekor harimau menghampiri pedang dan keris tadi, sehingga lama kelamaan harimau itu menjadi penunggu pedang dan keris tersebut.
Semenjak istrinya meninggal dunia, iapun hidup sendirian lagi. Seperti sedia kala dan memimpin kerajaan tanpa didampingi istrinya. Dari hari kehari, minggu keminggu, bulan kebulan, bahkan dari tahun ketahun ia harus iklas hidup sendirian tanpa didampingi seorang istri, karena orang yang telah pergi jauh tidak akan pernah kembali lagi.
Bujang Kurap sudah lama merasa kesepian dan kerinduannya yang selalu ia simpan, sampai-sampai ia meninggal dunia. Ia maninggal dunia karena dibunuh oleh orang misterius. Kisah pembunuhan Bujang Kurap juga sama dengan kisah pembunuhan yang menimpa istrinya. Bujang Kurap dibunuh dengan tidak tahu apa penyebabnya. Iapun dikuburkan disebelah kuburan istrinya . Yang mana semua keluarga kerajaan tanpa terkecuali dikuburkan di satu tempat..
Tidak lama kemudian setelah Bujang Kurap meninggal dunia, tidak tahu mengapa kuburan istrinya semakin hari semakin membesar dan tinggi persis seperti gunung, dan tumbuh banyak kembang disekitarnya, dan yang paling tidak disangka ada bendera yang tidak bertiang diatasnya, setelah warga melihat hal itu, wargapun sepakat untuk mamberi nama kuburan Putri Darah Putih yang serupa dengan sebuah gunung, yaitu Gunung Kembang. Sejak saat itu sampai sekarang gunung tersebut di anggap keramat bagi masyarakat Sarolangun.
Dengan semua kejadian itu, diciptakan sebuah lagu yang menceritakan semua kejadian tentang Gunung Kembang. Lagu tersebut berjudul Sarolangun. Salah satu baitnya berbunyi :
Apo kato si Gunung Kembang
Bendera putih idaklah batiang
Babunyi jugo bedil palinggam tuan
Patando bahayo nak akan datang

Si Balang Penunggu Gunung Kembang

Pada zaman penjajahan, tepatnya sekitar tahun 1930-an di Kebupaten Sarolangun atau lebih tepatnya di daerah Tanjung Rambai sekarang hiduplah seorang nenek yang sudah sangat tua. Nenek itu ditemani oleh seorang cucunya si Balang yang tampan, berakhlak baik dan juga sangat sayang kepadanya. Ditempat tinggal mereka terdapatlah sebuah gunung yang dikelilingi bukit-bukit. si Balang selalu bingung melihat neneknya yang setiap hari jum`at selalu membersihkan rumput yang ada disekitar gunung itu.namun ia sempat berfikir bahwa itu hanya rutinitas neneknya saja dan berusaha menghilangkan pikiran bingung itu dari benaknya. Akan tetapi, suatu hari neneknya tiba-tiba sangat marah padanya dikarenakan si Balang lupa mengingatkan neneknya untuk pergi kegunung dan membersihkan rumput disana pada hari jum`at yang lalu. Neneknya tidak pernah semarah ini pada si Balang sehingga membuat si Balang bingung lagi dan berfikir betapa pentingnya membersihkan Gunung itu.
Pada suatu hari diberanikan dirinya untuk bertanya tentang kebingungan yang selama ini mengganjal dibenaknya.
“Nek, Balang ingin bertanya pada nenek,” kata si Balang saat neneknya sedang duduk di serambi rumah untuk menghirup udara segar pagi itu sambil ditemani sepiring singkong rebus.
“ya, cu. Kamu bertanya apa?”tanya neneknya sambil mengunyah singkong rebus.
“Nek, seberapa penting kebersihan gunung itu bagi nenek?”tanya Balang.
“Kenapa kamu bertanya seperti itu? bukankah kamu senang melihat gunung itu bersih? coba kamu lihat kesana, udara yang kita hirup dari sana begitu sejuknya.Tapi kalau gunung itu tidak terurus, apakah kamu bisa menjamin udara akan sesegar ini?.” jelas neneknya dengan serius.
“Tapi, kenapa nenek mesti membersihkannya setiap hari jum`at”? kenapa tidak pada hari yang lain?dan kenapa nenek marah ketika aku lupa mengingatkan nenek untuk membersihkan gunung itu jum`at lalu?bukankah nenek bisa membersihkannya hari sabtu, ya kan nek?” kata Balang mengeluarkan kebingungan yang selama ini membendung di hatinya.
“Cu, kamu tersinggung juga ya saat nenek memarahimu? cu, nenek sudah terbiasa melakukan itu. Jadi sewaktu nenek lupa, nenek merasa ada yang lain pada nenek dan kenapa nenek membersihkannya hari jum`at? itu karena hari jum`at lah nenek punya waktu banyak, selain itu nenek harus ke kebun, ya kan?” jelas nenek.
Si Balang pun mengangguk mengerti. Perlahan demi perlahan si Balang pun melupakan hal itu.
“Sebenarnya, nenek memang menyimpan sebuah rahasia besar dari kamu, balang. Kamu memang cerdas , bisa menganalisa keanehan yang nenek lakukan. Tapi karena usia mu yang masih muda terpaksa nenek rahasiakan hal ini dari kamu. Besok jika tiba saatnya nenek akan memberitahukan semuanya kepadamu” guman nenek didalam hati saat si Balang pergi memandang gunung dan bukit sekitar rumahnya.
Lama-lama, hari terus berlalu si Balang tumbuh dewasa menjadi seorang pria yang tampan, cerdas dan baik. Sedangkan nenek tambah tua dan tidak bisa lagi berjalan.
Suatu hari dipanggilah si Balang dengan wajah sangat serius. “Cucuku, kemarilah dan duduk disini.” Panggil nenek kepada Balang untuk duduk disisi depan tempat tidurnya,
“Ya, nek. Ada apa nenek memanggilku dengan wajah yang sangat serius?” Tanya balang.
“Begini Cu. Nenek kan sudah sangat tua dan kamu pun sudah semakin dewasa. Nenek rasa sekarang adalah saat yang tepat untuk menceritakan kepadamu tentang sebuah rahasia yang sangat besar” kata nenek memulai percakapan.
“Rahasia besar apa yang nenek sembunyikan dari balang” tanya si Balang serius.
“Cu, berjanjilah kamu akan menjaga tempat ini setelah nenek tiada . Ditempat ini nenek banyak pengikut yang menjaga rumah, gunung bukit dan pohon beringin yang ada disekitar rumah kita ini. Cu, ketahuilah pengikut nenek tidak bisa kamu lihat kecuali atas izin nenek. Itulah mengapa nenek membersihkan gunung itu setiap hari jum’at, karena gunung itu suci, belum pernah terjama oleh manusia manapun yang sengaja ingin mencarinya. Hari jum’at adalah hari ibadah, oleh karena itu nenek membersihkan gunung itu setiap hari jum’at supaya gunung itu tambah suci.”
Kata nenek sambil terbatuk-batuk.
“Nek, jika pengikut nenek bertugas menjaga bukit, gunung dan pohon beringin, apakah itu berarti bukit, gunung dan pohon beringin mempunyai petuah sehingga harus dijaga.” tanya si Balang.
“Ya Cu, disekitar gunung terdapat sungai yang disebut sungai istana, disekitarnya juga terdapat Bedil Talinggam, taman yang indah. Cobalah nanti kamu memanjat pohon beringin itu, kamu akan melihat betapa indahnya gunung itu karena dikelilingi bunga. Bunga yang cantik dan gunung itu lah yang harus kamu jaga karena nanti gunung itu akan menjadi ciri khas tempat ini.” kata nenek mengakhiri ceritanya.
“Ya Nek, Balang menjaga amanat nenek. “
Pada malam hari, nenek memanggil semua pengikutnya dari tempat-tempat tidurnya dan berkata.
“Wahai pengikutku, tempat ini akan aku berikan kepada cucuku yang nanti akan menjadi tuanmu. Ingat jika ada orang yang berani mengganggunya maka bunuh saja orang itu.” Kata nenek itu.
Hari berlalu, minggu berganti. Nenek merasa usianya sudah tidak lama lagi. Lalu dipanggilnya balang cucu tersayangnya.
“Cu, nenek nenek merasa usia nenek sudah tidak lama lagi.
Oleh karena itu rawatlah tempat ini karena patuahnya besar dan jika ada yang bertanya tentang gunung itu, maka berkatalah bahwa kamu adalah si Balang penjaga gunung kembang sehingga orang akan percaya bahwa gunung itu memeng ada. Nenekpun menghembus napas terakhirnya dihadapan cucunya, si Balang.
Begitulah , konon tempat itu aman dari penjajahan dan dalam waktu yang tidak begitu lama, tempat itu di penuhi oleh Tranmigran.
Adapun Bedil Talinggam, selalu akan berbunyi jika di tempat itu bahkan Kabupaten Sarolangun dalam keadaan berbahaya, dan anehnya penduduk sekitar itu tidak mendengar ledakan Bedil Talinggam kecuali tempat yang sedang dalam keadaan bahaya.
Sedangkan Bendera putih akan melayang keatas untuk memberitahukan kepada Tentara Indonesia yang berjaga di udara untuk memberitahukan bahwa daerah Sarolangun dalam keadaan goncang dan berbahaya.
Itulah ciri khas dari kota Sarolangun sekarang, daerah Gunung Kembang yang menjadi pusat pemerintahan Sarolangun, Bendera Putih Idak Batiang dan Bedil Talinggam yang diduga sampai sekarang masih ada.